Senin, 10 Juni 2019

Bagaimana Berdamai dengan Depresi ?




Hmmm membaca judulnya saja sudah cukup menarik yaa, bagaimana kita mengatasi dan berdamai dengan kesehatan mental kita terutama rasa depresi yang ada dalam diri kita. Saya yang menulis ini bukanlah orang yang sempurna, beberapa bulan ini saya didiagnosa psikiater mengalami depresi dengan indikasi bipolar, yang dimana perasaan atau fase depresi jauh lebih dominan daripada fase hipomanik, dan hal itu begitu menyiksa bagi saya. Seperti yang saya tuliskan di postingan sebelumnya, bahwa depresi adalah perasaan sedih dan putus asa. Seseorang merasa sesekali sedih adalah normal. namun, seseorang yang dinyatakan depresi mengalami kesedihan dan putus asa yang berkepanjangan hingga menganggu kehidupannya.

Saya yakin, satu kali dalam hidup kita pernah merasakan terluka, kehilangan, kehampaan, kekosongan dan ketidakberuntungan. lantas apa dengan merasakan hal – hal tersebut seseorang pasti akan mengalami depresi ?  menurut saya, jawabannya tidak.
mengapa tidak ? saya baru sadar bahwa depresi timbul karena kurangnya pertahanan diri atau bahkan sudah roboh pertahanan diri yang kita miliki. Seseorang yang kurang atau bahkan sudah tidak memiliki pertahanan diri biasanya karena telah menanggung luka yang lama atau bahkan sudah terluka berkali – kali. Seperti halnya kita memiliki sistem imun pada tubuh kita, mental kita pun juga mempunyai system pertahanan sendiri. Lalu bagaimana kita menjaga sistem pertahanan untuk mental kita?
Kali ini saya akan bercerita pengalaman nyata saya dimana saya mengalami depresi. percaya atau tidak, sekalipun support system yang saya miliki begitu banyak, ketika saya mengalami depresi, kehadiran mereka ditolak oleh pikiran saya. Seseorang yang mengalami depresi dikuasai oleh pikiran mereka sendiri. Seperti yang pernah dikatakan psikolog saya, Ibu Kartika “Seseorang yang mengalami depresi, cenderung menolak dukungan, sekalipun memiliki support system yang banyak”
inilah yang menjadi PR untuk saya, menerima dukungan yang ditolak oleh pikiran saya sendiri adalah hal yang masih saya coba hingga detik ini. lalu bagaimana cara saya mengatasi depresi yang saya miliki ?

Pertama, yang saya lakukan adalah meminta pertolongan profesional seperti Psikolog / Psikiater
ngapain sih susah – susah amat harus datang ke psikolog / psikiater? Curhat ke temen aja deh, atau curhat ke temen yang kuliah psikologi , atau banyak beribadah aja kali yaaa, mungkin kurang ibadah. Stop ! berhenti mencari alasan, berhenti menyakiti mental kalian sendiri. Kenapa saya bilang menyakiti mental sendiri? iyaa, karena kita cenderung mengikuti pikiran kita yang salah. Ingat, seseorang yang mengalami depresi dikendalikan oleh pikirannya sendiri. Jika kalian masih saja mencari alasan untuk tidak pergi ke profesional padahal sudah merasa sangat tersiksa hingga timbul perasaan bunuh diri, itu tandanya kalian dikendalikan oleh pikiran kalian sendiri.
Lalu setelah datang ke profesional, apa yang didapatkan ? dari pengalaman saya ketika saya konsultasi ke psikolog bernama Ibu Kartika, beliau mempersilahkan saya membuka topik, lalu saya menceritakan apa yang saya rasakan dan masalah apa yang sedang terjadi. setelah dirasa cukup bagi bu Kartika mendengarkan cerita saya, Bu Kartika akan menanyakan beberapa pertanyaan, bukan sekedar pertanyaan yaa, karena dari pertanyaan tersebut, jawaban saya akan dianalisa oleh beliau. Sehingga, jawablah sejujur – jujurnya sekalipun itu memalukan dan rahasia bagi kalian. Bahkan saya menangis setiap menjawab pertanyaan hehehe.
setelah menganalisa jawaban saya, Bu Kartika memberikan arahan apa yang harus saya lakukan, membantu saya mencari akar masalah, membantu saya menyadari bahwa pikiran saya salah, inilah yang disebut terapi CBT (Cognitive Behavior Therapy) yaitu mengubah pola pikir (kognitif) serta perilaku jadi lebih baik. Setelah itu saya diajarkan relaksasi yang disebut Screening Body, caranya yaitu menyadari apa yang sedang dirasakan oleh tubuh disini – kini. tujuannya belajar focus atas apa yang terjadi saat ini- disini, supaya kita terhindar dari overthinking dan melepaskan masa lalu.

Kedua, setelah saya datang ke Profesional, saya mematuhi setiap anjuran Psikolog yang telah disampaikan dan mengerjakan PR dari Psikolog. Lho kok ada PR nya? iyaa, saya diberi PR membuat Jurnal Syukur, Sebelum tidur saya harus melakukan relaksasi Screening Body kemudian bangun pagi lakukan Screening Body lagi dan mulai menulis Jurnal Syukur untuk hari ini, dimana yang pertama saya harus menulis kegiatan apa saja yang saya akan kerjakan hari ini, kemudian di malam hari sebelum tidur saya harus menuliskan usaha dan keberhasilan apa saja yang sudah saya lakukan dalam mencapai target kegiatan yang sudah saya tulis di jurnal sebelumnya. terakhir, saya harus menuliskan cerita tentang hari ini tanpa satu kata negatif, harus yang happy.

Ketiga, mengulang – ulang terapi yang sudah diberikan.
Saya melakukan Screening Body rutin sehari mungkin sampai 2 – 3 kali agar bisa fokus akan kehadirian diri sendiri disini – kini. Lalu membuat jurnal syukur setiap hari dengan rincian menulis apa yang akan dikerjakan hari ini, usaha apa yang telah dilakukan, apakah terlaksanakan dan menceritakan tentang hari ini tanpa ada kata dan kalimat negatif.

Keempat, Perbanyak pengetahuan dengan membaca buku self improvement, psikologi serta berolahraga. Saya hobi membaca buku, demi mengatasi depresi saya, saya lebih suka memilih buku self improvement, saya jadi paham apa yang terjadi dan seharusnya saya lakukan untuk diri saya sendiri. Saya rekomendasikan buku yang saya baca adalah milik Dedy Susanto dengan judul Pemulihan Jiwa. dari buku itu saya belajar bagaimana bersyukur dan mencintai diri sendiri. Selain membaca buku, saya juga rutin berolahraga minimal 1 kali dalam seminggu. Tidak perlu berolahraga yang berat, biasanya saya hanya melakukan jalan cepat sesekali jogging minimal sejauh 2 km kemudian dilanjut dengan relaksasi, sehingga pilihlah lokasi untuk berolahraga yang tenang dan sejuk.

Kelima, mengikuti seminar dan konseling seputar kesehatan mental. Saya rajin mencari informasi dari komunitas – komunitas psikologi, disitu saya mendapat banyak informasi mengenai kegiatan mereka yaitu seminar maupun konseling gratis. Di Semarang sendiri, saya pernah mengikuti seminar dan konseling gratis oleh komunitas goodfriends semarang. Saya cukup terbantu dengan konseling gratisnya.

Keenam, sebagai opsi saja, kalau saya sih datang ke psikiater karena memang dari awal sudah ke psikiater, di daerah Semarang, saya rekomendasikan psikiater dr. Elly N, SpKJ di Poli Kesehatan Jiwa RSI Sultan Agung. Beliau pendengar yang baik dan sabar menghadapi saya yang bebal walaupun sudah diresepkan dan berganti - ganti banyak obat hehe. Beliau sangat berhati – hati saat meresepkan obat, jadi tidak akan muncul rasa ketergantungan asal sesuai dosis yang beliau anjurkan. Untuk Psikolog, saya menjalani konseling dengan Ibu Kartika Sari Dewi, S.psi. M.psi, di RS Hermina Banyumanik.

Ketujuh, Perbanyak Ibadah
yaa ibadah sangat penting, seperti yang dikatakan Ibu Kartika, solat merupakan salah satu terapi agar kita bisa belajar fokus disini – kini. Perbanyak solat dan dzikir.

Itulah cara saya mengatasi depresi yang saya alami, bagaimana saya berjuang dan bagaimana saya mencoba bangkit dari rasa putus asa. Bagi kalian yang ragu untuk datang ke psikolog /psikiter, saya hanya bisa berpesan, kesehatan mental itu sama hal nya dengan kesehatan yang lain. jika kalian sudah merasa tidak mampu menahannya, datanglah ke professional, sama halnya dengan sakit di tubuh kita, sakit di jiwa kita pun perlu pengobatan yang tepat.

Jumat, 12 April 2019

Depression is not a choice, it’s a disease



Depression is not a choice, it’s a disease

Saya terdiagnosa dan sedang berjuang melawannya



Saya seseorang yang pendiam, memiliki kepribadian tertutup dan sulit mengekspresikan emosi. Hal ini yang akhirnya menjadi boomerang bagi saya. Setiap masalah rasanya tak perlu saya ceritakan ke orang lain, tak terkecuali keluarga saya dan teman terdekat saya.  Saya takut dianggap lemah dan aneh. Namun saya masih merasa bahagia dengan hidup saya kala itu, masalah tak pernah membuat saya menjadi beban yang berlarut. Pada akhirnya setiap rasa sedih dan masalah yang saya tahan sendiri membuat saya tidak pernah menyadari bahwa saya mengalami depresi, hingga ada satu hal dalam hidup saya yang membuat saya sadar bahwa saya sakit..

Saya teramat mencintai seseorang, yang saya fikir dialah yang akan menjadi akhir untuk saya. Setiap hari saya berdoa agar saya terus bisa bersama dengannya, agar saya bisa segera menikah dengannya, agar dia dijaga oleh Allah dalam setiap jalan hidupnya. Saya memohon begitu tulus.. dan saya yakin setiap apa yang dia janjikan kepada saya, setiap apa yang dia katakana kepada saya adalah hal yang sama tulusnya. Saya begitu bahagia ketika dia membicarakan pernikahan, persis dengan apa yang saya harapkan selama ini. Sekali lagi, saya yakin dia begitu tulus..

Namun akhirnya saya tahu, apa yang selama ini saya yakini tak pernah nyata., dia memilih untuk pergi meninggalkan saya tanpa memberi alasan apa yang membuat saya tak berarti lagi dihidupnya. Yaaa, saya sakit dan kecewa atas sesuatu hal yang tak pernah saya mengerti darinya, berbagai pertanyaan berputar – putar di kepala saya. Sesekali saya sangat marah namun sesekali saya merasa “apa benar saya tak pantas baginya?” saya tak pernah menemukan jawaban.

Saya menangis setiap hari, menyalahkan diri sendiri, merasa tak percaya diri lagi. Berhari – hari saya kehilangan selera makan, saya susah fokus pada pekerjaan, tak ada satu hal pun yang membuat saya terhibur, sekalipun beberapa teman saya tak henti – hentinya menasehati dan mendengarkan kesedihan saya. Orang tua begitu sedih melihat saya terluka, entah sudah berapa kali saya tak dapat menahan air mata didepan mereka, saya merasa begitu sakit.. Saya bisa merasakan belaian iba tangan bapak di kepala saya setiap kali saya menangis di depannya, saya pun dapat merasakan kekecewaan hati ibu . Saya merasakan bagaimana orang tua saya juga terluka melihat anaknya begitu terpuruk.

Saya tak pernah berhenti mendekatkan diri pada Allah, mencoba mencari cara agar hati saya tenang. dalam waktu berminggu – minggu beberapa teman sering mengajak saya hangout, saya sering mengajak mereka mencari kegiatan, mengikuti kajian dan saya mengunjungi beberapa kota. saya berusaha bangkit.

Namun ada begitu banyak gejolak yang tiba – tiba hadir. Gejolak emosi dan ketakutan akan kesendirian, kehilangan hal – hal dalam hidup saya lagi, kegagalan, ketakutan, yang saya tidak mengerti mengapa muncul namun sangat menganggu. Saya sering menangis, sekalipun saya masih menangis karena patah hati namun ada saat – saat saya merasa begitu sedih dan menangis tanpa sebab. saya sering bermimpi buruk di malam hari dan kerap kali bermimpi tentang kenangan – kenangan saya dengannya dulu. Pada akhirnya ketika bangun tidur, saya hanya bisa menangis tanpa tahu apa yang harus saya perbuat untuk mengontrol perasaan dan emosi saya.

Tak ada teman, tak ada keluarga, tak ada siapapun yang tahu apa yang terjadi pada malam – malam saya. Mereka berfikir sudah cukup bagi saya untuk tidak meratapi kesedihan karena patah hati. Yaa karena ketika pagi saya beraktiftas, saya berusaha keras tampak baik – baik saja. Saya harus baik ketika bekerja dan memaksakan diri untuk bisa fokus pada pekerjaan. Orang – orang diluar masih melihat saya seseorang yang murah senyum, mudah tertawa dengan hal – hal konyol. Mereka masih bisa melihat tawa yang saya hadirkan untuk menutupi rasa sedih saya. setiap siang saya tampak baik – baik saja, tetapi setiap malam saya sangat menderita. Setiap saya memejamkan mata, perasaan yang hadir adalah kesendirian dan ketakutan. Rasa itu ibarat vacum cleaner yang menyerap dalam ruang kegelapan hingga tiba – tiba saya merasa sesak dan menangis sejadi – jadinya. Pada titik itu, hanya kematianlah rasanya obat yang berharga. Saya sering merasa ingin mengakhiri hidup. Saya membayangkan ketika saya berkendara ingin sekali saya menabrakan diri masih banyak lagi.

Saya mulai sadar bahwa ada yang salah terhadap apa yang saya rasakan. Saya mulai mencari tahu untuk mengatasinya, atas saran teman, saya datang ke psikolog seorang diri. Seringkali saya ragu apakah saya perlu ke psikolog, namun apa yang saya rasakan benar – benar menganggu kehidupan saya. Akhirnya saya menemui psikolog, berkonsultasi tentang apa saja yang saya rasakan. Saya tak malu menangis. saya merasa lega setelah saya berkonsultasi dengan psikolog. dalam perjalanan pulang, saya yakin setelah ini saya akan bahagia lagi.
Namun, ternyata emosi – emosi ini hadir lagi. Ketika saya masih saja menjatuhkan air mata didepan orang tua saya dan mengatakan bahwa rasanya saya ingin mengakhiri hidup, mereka hanya berucap. “Kamu itu cantik, berpendidikan, tak ada kurangnya ,banyak laki – laki yang masih mau sama kamu” . Kenyataanya kalimat – kalimat itu tak pernah bisa menghibur saya.

Saya menangis lagi, marah lagi, mudah tersinggung, dada dan nafas terasa sesak dan kelelahan. Adik yang tidur di samping saya sering menjadi tempat saya menangis hingga tertidur pulas.

Semangat untuk bekerja hilang, saya nyaris absen pada pekerjaan karena saya merasa begitu lelah, tidak dapat fokus, melamun, sensitif, ketakutan dan tak dapat menahan untuk menangis kapan saja. Dunia saya terasa hitam kelam, penuh dengan kesedihan, dunia serasa menjauhi saya, saya dibuang dalam kesendirian, saya dikendalikan emosi saya. Saya merasa Allah kejam. Saya meyakini bahwa saya diciptakan sendiri dan tak ada yang peduli dengan saya. Pada saat itu saya hanya butuh bahu untuk bersandar, pelukan yang hangat. Tetapi saya tak pernah mendapatkannya dari siapa pun. Tiba – tiba saya merasa benci teman – teman dan keluarga saya. Saya menarik diri dari mereka, saya menarik diri dari sosial media, saya hanya ingin sendiri.

Awal februari saya sudah tak sanggup lagi dengan kondisi itu. Saya memutuskan untuk datang ke psikiater. disinilah titik terang muncul. Saya masih ingat, dengan tangan gemetar dan menangis saya menjawab setiap pertanyaan yang dokter ajukan kepada saya, saya menjelaskan apa yang saya rasakan. Dokter juga mencari tahu apa latar belakang saya, masa kecil saya, hubungan dengan keluarga saya, kepribadian saya hingga masalah – masalah yang pernah hadir dalam hidup saya. Pada akhirnya dokter mendiagnosa saya mengalami depresi.
Saya harus menjalani pengobatan dengan obat – obatan seperti sertraline (antidepresan jenis SSRI),  aprazolam (anti kecemasan, psikotropika golongan iv) dan aripiprazole selama minimal 6 bulan kedepan dan rutin kunjungan ke psikiter, namun dokter meminta saya untuk berkunjung kembali dengan orang tua saya. Saya bingung apa yang harus saya lakukan, di masjid rumah sakit setelah sholat dzuhur saya hanya bisa diam dan menangis. mengapa saya begini, pikirku..pikiran saya kalut
Seketika saya takut, saya takut menceritakan ini ke orang tua. Berhari – hari saya pendam, saya mencoba menghubungi beberapa teman saya, saya ingin menceritakan apa yang ternyata selama ini saya alami, namun beberapa dari mereka seolah tak peduli lagi dengan saya, sulit sekali hanya untuk sekedar membalas pesan saya. jalan satu – satu nya saya harus mengatakan kepada keluarga.

Pertama saya mulai terbuka pada adik saya, berharap dia mengerti. Beberapa malam saya selalu menyampaikan bahwa saya takut terbuka pada orang tua. Dia seseorang adik yang baik dan mendukung saya. Tanpa sepengetahuan saya, dia mencoba membantu saya dengan menceritakan apa yang saya alami pada ibu saya. Tiba – tiba satu hari, ibu menelpon saya ketika saya masih berada di kantor, seketika saya menangis, rasanya seperti ada satu titik terang di kegelapan yang saya pendam selama ini.

Kunjungan ke psikiater kedua itu saya datang didampingi ibu. Sepanjang jalan dan selama berkonsultasi dengan dokter hanya rasa takut yang saya rasakan, yaitu takut ibu akan kecewa pada saya. Namun hari itu juga, di depan dokter saya melihat ibu saya juga ikut menangis mengetahui betapa menderitanya saya. Saya melihat ibu saya sedih.. hati saya sakit. Setelah itu, dirumah beberapa kali saya sering menangis di pelukan ibu saya, hanya beliau tempat saya ingin menangis, saya mudah menangis karena belum benar-benar pulih dari perasaan sakit hati dan kekecewaan saya.  Beberapa minggu setelah menjalani pengobatan, saya merasa membaik. ibu juga mengevaluasi perubahan saya, Beliau sampaikan perubahan – perubahan mood saya pada dokter. Sampai tulisan ini saya buat, sudah 2 bulan saya menjalani pengobatan dengan 3x kunjungan ke psikolog dan 6x kunjungan ke psikiater. masih ada beberapa bulan lagi yang harus saya jalani untuk sembuh.

Saya sadar belum sepenuhnya pulih, kadang kala emosi dan perasaan – perasaan negatif masih menghantui, rasa putus asa dan pesimis begitu besar. namun saya tahu apa yang terjadi dalam diri saya, saya sakit dan saya harus sadar itu. Dengan begitu saya yakin ada sakit ada pula sembuh. Maka saya harus yakin akan ada kesembuhan. Saya mencoba sembuh..

Dengan tulisan ini saya ingin menyampaikan, bahwa kesedihan dan depresi itu berbeda. Stigma selama ini mengatakan bahwa depresi adalah kesedihan. Kenyataanya kesedihan bagian dari gejala depresi. Seseorang merasa sesekali sedih adalah normal. Namun, seseorang yang dinyatakan depresi mengalami kesedihan dan putus asa yang berkepanjangan hingga menganggu kehidupannya. Depresi disebabkan beberapa faktor kompleks, seperti yang saya alami karena disebabkan faktor biologis (ketidakseimbangan neurotransmitter dalam otak) dan faktor psikologis (kepribadian yang tertutup dan peristiwa traumatis seperti kehilangan dan patah hati). Depresi bukan pilihan, jika itu pilihan siapa yang akan memilih untuk mengalami depresi ? Hanya karena patah hati juga belum tentu depresi, jika patah hati faktor utama depresi, mengapa tak semua orang yang patah hati mengalami depresi? sekali lagi, depresi disebabkan beberapa faktor kompleks.

Lalu saya kerap kali merasa ingin mengakhiri hidup, dan justru banyak yang menghakimi, bahwa saya kurang mendekatkan diri pada Allah, padahal kenyataanya sebaliknya. Suicidal person tidak ingin mati, kami hanya ingin mencari cara untuk lolos dari rasa sakit yang teramat menjepit. Tak ada pilihan lain selain ke psikiater/psikolog. takut dianggap gila ? padahal memang sangat menderita. Oleh karena itu, penghakiman dan stigma kalian sangat berbahaya, kadang yang membunuh adalah penghakiman dan stigma. Depresi sendiri adalah penyakit. Depresi bisa diatasi, namun stigma dan penghakiman bisa membuat seseorang tidak berobat padahal dia bisa tertolong.

Diakhir tulisan ini, saya sangat berterimakasih pada beberapa teman yang pertolongan mereka sangat berarti bagi saya . Pertama temanku Fruri, dia orang pertama yang mengulurkan tangan untuk saya ketika saya benar – benar terpuruk, dia tempat saya bercerita dan entah sudah berapa kali dia mendengar saya menangis dan mengeluh mengutarakan ingin mengakhiri hidup. Dia selalu mendukung saya hingga detik ini. Siapapun istrinya nanti, akan jadi wanita beruntung yang memiliki suami seperti dia :)
Kedua adalah mas Alan, mas Dika, rekan kantor saya, yang sering menghibur saat saya sedih dan bersedia meluangkan waktu di akhir pekan sekedar nongkrong, nonton dan makan di kafe hehehe

Selanjutnya adalah beberapa teman saya yang tinggal satu kota maupun diluar kota, ada mbak Ona, psikolog dari komunitas @goodfriends.smg yang membantu saya memahami emosi dan apa yang ada dalam perasaan saya. Beberapa teman – teman saya yang bersedia menemani saya walau hanya sekedar berjalan –jalan. Beberapa komunitas sosial pun juga membantu mengembalikan semangat saya. Terakhir saya sangat bersyukur memiliki adik yang baik, ibu yang selalu menemani saya kunjungan ke dokter, bapak yang kerap kali saya melihat beliau sedang mendoakan saya di sepertiga malam, kakek dan nenek saya yang kasih sayangnya melebihi orang tua saya sendiri, tante Yuni yang sudah menganggap saya anaknya sendiri, dia tak pernah lelah membantu saya bangkit. Saya yakin Allah begitu menyayangi saya dengan menghadirkan mereka di hidup saya dan telah menjauhkan orang – orang yang mungkin tak baik untuk saya. Saya terus berdoa memohon kesembuhan dan kebahagiaan lagi, Dalam doa dengan suara yang lirih, aku memohon “Ya Allah, bantu hamba memaafkannya, entah bagaimanapun caranya… Bantu hamba untuk sembuh” saya yakin Allah akan mengerakkan hati saya, menemani jalan saya sekalipun saya manusia yang penuh khilaf di mata- Nya.

Senin, 31 Desember 2018

Akhir 2018

Aku salah terhadap banyak hal, bahkan aku salah terhadap fikiranku sendiri..
Aku kalah dengan apa yang aku jalani, aku kalah dengan apa yang aku rasakan..
Akhir Tahun 2018 ini tak ada yang berarti
Aku sengaja menghindar dari orang - orang, kebahagiaan - kebahagiaan yang diumbar di sosial media. Hampir 2 minggu aku risih, capek, muak dengan apa yang aku liat di sosial media
Akhirnya, memutuskan untuk berhenti menggunakan instagram.
Ada alasan dibalik itu, salah satu hal karena aku merasa tak ada kebahagiaan disitu lagi. Sebenarnya Masih banyak yg tersisa di instagramku, seperti story - story lama, foto - foto yang di arsip. Tapi gak ada rasa kebahagiaan lagi disitu

Kamis, 15 Februari 2018

CUKUPKAH ?




ternyata mencintai diri sendiri itu sulit. ketika gagal, hanya kelemahan – kelemahan diri yang dipandang. sudah berkali – kali merasa gagal, tak seberuntung orang lain. apa yang salah? mana yang salah? andai tidak begini… mungkin sekarang tak begini. andai dulu tak begitu.. mungkin sekarang tak akan seperti ini
merasa insecure, down, frustasi, pikiran buntu… sudah semaksimal pun tetaplah gagal, tetaplah tak sesuai apa yang diharapkan. apa yang salah?
selalu berdoa, meminta “berikan hal – hal terbaikmu yaAllah” “yaAllah Engkaulah yang tau mana yang baik dan buruk untuk hamba” apakah doaku tak tulus? apa doaku selama ini salah? apa aku terlalu banyak meminta?
aku tulus ketika meminta untuk diberikan hal terbaik dari-Nya. aku belajar ikhlas menerima apapun yg -diberikan oleh-Nya. Kata orang, Jika ikhlas, tak ada yang sia – sia. tapi dalam hati, “apa aku sudah sepenuhnya ikhlas?”
sudah cukupkah saya dicintai?
bapak dan ibu, aku tau betapa mereka penuh kasih sayang tiada akhir.. sudah cukupkah mereka bahagia atas diriku? atau bangga padaku?
seseorang yang aku cintai.. sudah cukupkah hatinya yakin padaku?
orang – orang yang mengenalku… sudah cukupkah aku bersikap baik pada mereka?
sudah cukupkah semua ini? hatiku sesekali sakit ketika semuanya terlihat gagal..

tak ada yang faham.. aku pun kadang tak paham seperti apa aku.. 

Rabu, 12 Juli 2017

Parameter Kebahagiaan


13/07/17 – Parameter Kebahagiaan.
If I could back turn the time, I will… hmmmm pasti pernah dipikiran kita terlintas kalimat ini. Andai aku dapat mengulang waktu, aku akan menjadi… atau aku akan membuat… dan lainnya. aku rasa wajar berdasar sifat dasar manusia yang tak pernah puas, yang sulit untuk bersyukur merasakan hal – hal tersebut, tak terkecuali aku. sejujurnya aku sering memikirkan kalimat itu, berandai – andai sejenak, seperti andai aku bisa mengulang waktu, aku ingin belajar lebih giat saat masih di bangku sekolah. andai aku bisa mengulang waktu, aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan teman – teman yang berharga. andai aku bisa mengulang waktu, aku tak ingin ditakdirkan  bertemu dengan orang – orang yang menyakitiku. namun, kini aku sadar, perihal perandai – andaian tersebut akankah hal – hal yang jauh lebih baik yang akan aku dapatkan jika aku bisa mengulang waktu dan memperbaiki semua? atau bahkan hasilnya akan sebaliknya? jawabannya belum tentu! setelah aku belajar akan banyak hal, menerima apa itu kekalahan, menjalani bagaimana itu rasa sakit, aku belajar apa yang dinamakan bersyukur. bersyukur akan hal yang sudah ditakdirkan Allah padaku sampai detik ini.

sebenarnya, kita semua memiliki cobaan yang tidak bisa kita selesaikan dengan seluruh tenaga sekalipun. karena itu, terimalah takdirmu, bertahanlah, jadikan ia teman – Rando Kim. pada kenyataanya kita semua bisa menghadapi setiap masalah yang hadir, takdir – takdir buruk yang telah ditentukan pada kita dengan baik. bukankah tak selamanya kita merasa sedih? bukankah tak selamanya kita merasa tersisih dan kurang? ada waktu dimana kita bisa merasa bahagia, merasa menjadi orang paling beruntung, saat itu pula tanpa sadar kita telah berhasil menghadapi salah satu takdir kita.


aku bukanlah orang yang kuat, bukan orang yang selalu bisa melewati setiap masalahku dengan mudah. namun, ada satu hal yang aku tekankan dalam hidupku “Aku pernah jatuh dan terpuruk, pernah merasa menjadi orang yang paling tak beruntung. namun hingga detik ini aku masih bisa merasakan kebahagiaan karena Allah masih begitu sayang padaku, maka aku tak boleh mengecewakan Dia yang telah memberiku kebahagiaan”. aku berusaha untuk tak pernah mengecewakan Dia yang telah memberikan apa – apa yang membuatku bahagia maupun sedih. aku belajar banyak dari takdir – takdir sedihku, memahami bahwa tak selamanya manusia selalu berada di ruang kebahagiaan. belajar bahwa sesuatu yang buruk menjadikan kita lebih kuat dari yang kita fikirkan. hidup terdiri dari part – part sedih dan senang, tak bisa dipisah. bukankah kita tak akan pernah tahu bagaimana rasanya kebahagiaan tanpa merasakan kesedihan terlebih dahulu? bagaimana kita bisa merasakan lebih bahagia, kurang bahagia, cukup bahagia kalau kita tak mempunyai parameter? yaa, kesedihan adalah parameter kebahagiaan. seberapa sedih yang kita alami, pasti akan datang rasa bahagia melebihi apa yang kita duga. 

Selasa, 04 Juli 2017

THINKING


5/7/2017 – Thinking
entah kenapa akhir – akhir ini aku sering merenung, lebih banyak berfikir, kadang positif kadang juga negatif. Seakan kepala ini tak pernah ingin berhenti berfikir, tidur pun kadang tak sesuai kebiasaan lagi. banyak hal yang menganggu pikiran, padahal tak lupa selalu berdoa untuk dihilangkan segala kegelisahan – yang aku sendiripun tak mengerti apa yang membuat gelisah, seakan ada hal – hal yang sulit atau tak pernah dicapai. aku berfikir, kadang mengerti hal – hal apa yang membuat gelisah.

usiaku 23 tahun saat ini, apa yang sudah dicapai? – tanyaku dalam hati, berulang – ulang. kadang merasa tertinggal atau progress-ku yang sedikit terlambat, kenapa “sedikit” karena sejujurnya aku takut jika kenyataan aku sangat tertinggal, padahal didalam hati selalu meyakinkan diri bahwa semua ada masa nya. “bagaikan bunga, mungkin sekarang belum musimmu untuk mekar” begitu kata Random Kim.  aku bukan tak yakin Allah akan memberikan apa yang terbaik padaku, bukan begitu. aku hanya merasa sedih melewati masaku yang belum mekar, hanya merasa sedikit tertekan, entah berulang kali aku meyakinkan diri, berulang kali belajar dari pengalaman orang lain, rasanya begitu berat. seorang yang aku sayangi pernah berkata “aku lebih menghargai proses daripada hasil”, akankah dia juga menilai prosesku? apa sekarang hanya sedang menunggu hasilku? aku sendiripun tak pernah yakin apa yang harus dinilai dari diriku, apa yang seseorang tunggu dari pencapaianku.

mengenai rencana, aku bukanlah orang yang tak punya rencana. ya, semua orang tentu punya rencana untuk hidupnya. diusiaku 23 tahun sekarang, tahun yang sama aku ingin segera menyelesaikan studiku. di tahun berikutnya aku bekerja dengan penghasilan baik, karena banyak yang aku inginkan. sederhana yaa :) walaupun terlihat sederhana, apabila semua yang aku rencanakan berjalan sesuai kehendak pasti rasanya bahagia sekali. seperti kata Random Kim, mungkin aku sedang berkeliling mencari eskalator kehidupan, eskalator seperti karier yang aman dan memberi jaminan seumur hidup. dengan kata lain, eskalator yang akan menarikku menuju kesuksesan hanya dengan menjejakkan langkah pertama. namun kenyataanya, tak ada eskalator dalam hidup kita.
boleh sedikit aku mencurahkan apa rencanaku nantinya, lulus kuliah tahun ini, bekerja dan menabung mulai tahun depan, menikah tahun berikutnya atau mungkin berikutnya lagi. hmmmm kenapa harus kalimat “mungkin tahun berikutnya lagi” ? yaa karena hal yang satu ini bukan hal yang bisa aku tentukan sendiri. beda halnya lulus kuliah atau bekerja dan menabung, hal – hal tersebut tentu aku yang pegang kendali, tapi kalau menikah? tunggu di-serius-in dulu mungkin ya. seseorang ada yang berkata “doa itu harus spesifik” selama ini aku berdoa yaa sekedar berdoa minta hal – hal yang baik apapun itu asal baik, namun setelah berfikir, untuk apa aku meminta hal – hal yang “nanggung” padahal Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi. karena dari segala kegelisahan dan keragu- raguan hanya “curhat” sama Allah yang selalu bikin perasaan tenang. 

"Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu lah orang - orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang - orang beriman" (Q.S. 3:139)







                   
 

Triste Template by Ipietoon Cute Blog Design